Rabu, 07 November 2007

CULTURAL STUDIES (Sebuah Telaah tentang Kemunculan Cultural Studies dalam Ranah Kajian Komunikasi Massa)


Oleh: Enik Sulistyawati

Cultural studies merupakan kritik khas Inggris terhadap budaya kontemporer di dalam marxisme Barat. Cultural studies memiliki akar interpretasi marxis mengenai masyarakat dan telah berhasil dengan baik melalui aksesnya dalam berbagai interpretasi kesusastraan (histories) dan antropologis yang akhirnya melahirkan berbagai perdebatan terus-menerus pada masa pascaperang dunia II. Perdebatan tentang kajian ini telah dimulai pada 1961 lewat pergulatan tentang arah sejarah budaya dan ulasan Thompson atas The Long Revolution dalam New Left Review yang berada di bawah kepemimpinan editor Stuart Hall.

Cultural studies pada akhirnya menjadi suatu kajian yang mendeskripsikann tentang segala fenomena masyarakat kontemporer seperti yang nampak pada budaya pop, media, sub-culture, gaya hidup, konsumerisme, identitas lokal, dan sebagainya, yang mana media dan praktiknya diposisiskan di dalam totalitas ekspresif yang kompleks dan menggunakan perspektif holistik yang bersifat makro sebagai kondisi yang mendasari sosiologi budaya. Fenomena kontemporer ditandai oleh menguatnya budaya massa melalui media komersil, khususnya televisi. Selain itu, masyarakat yang ditandai perkembangan teknologi komunikasi berikut perkembangan mutakhir kehadiran media-media baru, terbentuknya masyarakat informasi serta isu globalisasi juga merupakan gejala fenomena masyarakat kontemporer.

Dari segi disiplin ilmu, cultural studies sering disebut sebagai wilayah kajian lintas-disiplin, multi-disiplin, pasca-disiplin, atau anti-disiplin. Seringkali yang dimaksud dengan ‘lintas’, ‘multi’, ‘pasca’, atau ‘anti’ tersebut merupakan sebuah fenomena pascamodern dalam dunia akademis tentang mengaburnya batas-batas antar-disiplin. Semua ini tentulah baik adanya, karena (dari sudut pandang nominalis) ‘disiplin’ sebenarnya hanyalah merupakan istilah untuk melegitimasi dan melembagakan metode dan medan minat sebuah kajian. Namun yang sering luput dan tidak hadir dalam perbincangan tentang lintas-disiplin dalam ilmu-ilmu sosial dan humaniora adalah bahwa gagasan lintas-disiplin dalam cultural studies juga melibatkan gagasan tentang perlintasan antara teori dengan tindakan. Inilah pokok permasalahan sebenarnya yang membedakan cultural studies dengan displin lainnya, yaitu hubungan cultural studies dengan berbagai persoalan kekuasaan dan politik, dengan keinginan akan perubahan dan representasi dari dan ‘untuk’ kelompok-kelompok sosial yang termarginalisasi, terutama kelompok kelas, gender dan ras (tetapi juga kelompok usia, kecacatan, kebangsaan, dsb). Cultural studies merupakan bangunan teori yang dihasilkan oleh pemikir yang menganggap produksi pengetahuan teoritis sebagai suatu praktik politis. Di sini pengetahuan tidak pernah dipandang sebagai fenomena netral atau obyektif, melainkan sebagai persoalan posisionalitas, persoalan dari mana, kepada siapa dan dengan tujuan apa seseorang bicara. Memang benar bahwa sifat lintas-metode dan lintas-medan minat bisa dilihat sebagai sebuah ciri cultural studies yang menonjol, namun pertanyaan tentang peran intelektual sesungguhnya merupakan persoalan yang lebih pokok dalam cultural studies.

Dengan demikian, kemunculan cultural studies dalam ranah komunikasi massa bukanlah merupakan suatu hal baku yang hanya berkutat pada media dan dampaknya sebagaimana wacana komunikasi massa pada umumnya, melainkan merupakan suatu kajian mutakhir pada era postmodern yang membahas mengenai isu-isu kontemporer komunikasi dari perspektif cultural (yang akhirnya juga melibatkan perspektif marxian dengan berbagai fenomena pertarungan ideologi di dalamnya, perspektif fungsional dan pandangan postrukturalis) yang diposisikan sebagai fenomena komunikasi. Bagi kajian komunikasi massa, cultural studies merupakan sebuah pandangan alternatif dari perspektif ilmu komunikasi yang telah ada selama ini, yang dapat memperkaya sudut pandang para peminat komunikasi dalam memahami realitas komunikasi dan kebudayaan sebagai hal yang saling berkaitan. Selain itu, cultural studies ingin memainkan peran demistifikasi, untuk menunjukkan karakter terkonstruksi teks-teks kebudayaan dan berbagai mitos dan ideologi yang tertanam di dalamnya, dengan harapan bisa melahirkan posisi-posisi subyek. Sebagai sebuah teori yang politis, cultural studies diharapkan dapat mengorganisir kelompok-kelompok oposisi yang berserak menjadi suatu aliansi politik kebudayaan. Sedangkan dari segi metode penelitian komunikasi, cultural studies ingin memperkuat posisi etnografi, pendekatan tekstual (semiotika dan teori narasi) serta kajian-kajian resepsi/konsumsi sebagai suatu metode yang lebih relevan untuk diterapakan dalam ilmu sosial.

FENOMENA music televisions (MTV)

dalam perspektif cultural studies

Dahulu, radio merupakan teknologi yang menyatukan masyarakat di muka bumi,namun sekarang posisi tersebut telah diambil alih oleh televisi. Benda berbentuk kubus yang baru-baru ini hadir dengan tampilan flat-nya yang lebih langsing, berhasil membuat apa yang terjadi di satu sudut bumi mampu disaksikan di sudut bumi lain pada waktu yang sama. Proses akselerasi komunikasi semacam ini tentu saja amat membantu proses globalisasi cultural yang mendominasi teknologi komunikasi dan kapital internasional ke bagian negara-negara dunia ketiga. Hal ini akhirnya menimbulkan suatu komunikasi satu arah dan globalisasi yang juga satu arah di negara dunia ketiga.

Music Televisions atau yang lebih akrab di telinga kita sebagai MTV merupakan sebuah contoh fenomena cultural studies yang amat representatif. Secara konseptual, MTV merupakan sebuah gebrakan dalam dunia show biz, yang telah membuat ranah iklan produk Barat (terutama Amerika) menjadi lebih menarik dan kental dengan nuansa enterntainment yang diracik dengan format infotainment musical.

MTV adalah salah satu media global paling terkenal dan berhasil. Dalam perjalanannya selama 20 tahun ini, MTV memang telah mengubah budaya dunia. Trend yang berkembang sekarang seperti tidak dapat terlepas dari pengaruh yang ditularkan MTV. Saking mengglobalnya budaya pop yang diusung MTV, hingga anak-anak di kampung pun ketularan. Ya, musik ternyata tidak sekadar hiburan, tapi sudah berubah menjadi gaya hidup. Bahkan dewasa ini, MTV tidak terbatas pada soal musik, tapi juga mulai memproduksi film teaterikal, game show, dan penghargaan bagi dunia hiburan dalam berbagai manifestasinya. Ya, selain menghadirkan video klip musik, MTV juga telah meluncurkan game show semacam Singled Out, film-film seperti Selebrity Deadmatch dan sebagainya. Ini menunjukkan bahwa MTV ingin menerobos masuk dan membangun identitas baru bagi pemirsanya.

Menyaksikan MTV di televisi Indonesia yang berpusat di Jakarta makin menguatkan argumen bahwa Jakarta sebagai kota metropolis yang rawan dengan pengaruh modernitas, memang berusaha keras untuk menjadi penentu selera pop culture bagi masyarakat Indonesia. Kedudukannya yang strategis dimana terdapat pusat pemerintahan dan bisnis, membuat kota ini merasa apapun yang ditayangkan di layar televisi Indonesia merupakan hal yang baik dan perlu (terutama program televisi dari luar negeri). Namun kecenderungan Jakarta yang hanya berorientasi pada Amerika telah merugikan Indonesia. Acara hura-hura musik yang ditampilkan MTV secara terus-menerus yang bersifat globalisasi budaya dan kapitalisme barat tidak lebih penting daripada acara dokumentasi ilmu pengetahuan, sejarah, politik, seni dan budaya semacam National Geographic. Apalagi posisi Indonesia sebagai negara dunia ketiga, Indonesia lebih memerlukan asupan gizi tayangan yang bermutu daripada acara yang hanya hura-hura semata semisal MTV. Profesor Robert Thompson, pengajar di Syracuse University, yang menonton dan menganalisis TV bagi kehidupan manusia, mengatakan bahwa MTV membidik kelompok masyarakat yang khusus dan memberi mereka identitas. Ketika MTV hadir, industri benar-benar berubah. Tiba-tiba musik tidak lagi sekadar suara yang bagus, tetapi juga yang terlihat bagus.

Ukuran-ukuran modern bagi generasi muda saat ini adalah gaya hidup yang nge-pop, atau yang sering disebut generasi MTV, dengan deklarasi singkat pada 1 Agustus 1981 di negara asalnya, Amerika Serikat. Gaya hidup ini ditandai dengan pergaulan yang cenderung bebas, penuh hura-hura, dan funky. Penghormatan terhadap seseorang di kalangan anak muda sekarang ini tidak lagi diukur dari kualitas dan kemampuannya, sebagai misal intelektualitasnya, tetapi diukur dari aspek materi yang selalu bercirikan gaya hidup yang hedon.

Dewasa ini telah muncul wacana intelektual populer di Indonesia, yakni Cultural Studies. Istilah ini dipopulerkan oleh berbagai media cetak di Jakarta. Namun, apa yang disajikan koran-koran tersebut malah terkesan ironis. Studi budaya yang harusnya diusung Cultural Studies malah diasumsikan sebagai sejenis pleidoi (pembelaan) atas budaya. Berbagai sinetron Indonesia yang hyperreality disebut-sebut mewakili realitas dalam masyarakat, sedangkan musik dangdut yang sangat merakyat justru dikatakan sebagai candu rakyat miskin. Para pakar Cultural Studies di Indonesia seakan-akan menutup mata untuk membicarakan konten lokal dari budaya pop Indonesia versi mereka tersebut, namun hanya membahas form secara terus-menerus, padahal tipu daya neoliberalisme dan neokapitalisme tidak serta-merta tampak dalam wujud fisik yang kasat mata.

Pengaruh budaya pop Amerika menjadi komponen penting dalam pembentukan budaya pop Indonesia. Akibatnya, para remaja Indonesia semakin banyak yang tercemari bahasa asli mereka dengan istilah-istilah semacam cool, funky, dsb. yang mereka anggap sebagai ‘bahasa gaul’ yang pemahamannya kadang memprihatinkan. Banyak yang hanya asal comot dalam mengadopsi budaya luar. Kebanggaan memakai istilah ‘gaul’, kepercayaan diri mengenakan T-Shirt bertuliskan FBI, dan sebagainya tanpa mereka ketahui sesungguhnya apa arti di balik semuanya itu. Pokoknya, West is the best! Sebagaimana celetuk Jim Morrison, rocker Amerika dalam lagunya.

Sedangkan dari segi hermeneutika, fenomena MTV di Indonesia merupakan sesuatu yang unik. Yakni mengemas musik dalam berbagai macam. Namun yang sangat disayangkan, varian yang dikemas dalam MTV tersebut tak satupun ada yang menyentuh sisi Indonesia. Misalnya, musik dangdut yang banyak diminati berbagai kalangan di Indonesia. Sehingga kesan unik dari segi keberagaman budaya juga belum terpenuhi untuk negara dunia ketiga seperti Indonesia.

Selasa, 06 November 2007

FEATURE LEBARAN


Kastengel, Primadona Kue Lebaran

Oleh: Enik Sulistyawati

Tampilannya kecil memanjang, kuning memikat plus topping keju di atasnya. Mmmm, hati siapa yang tak terpikat melihat kastengel nganggur selagi hangat!Sungguh yummy!

Lebaran 1428 H di kota kelahiranku tercinta, Tulungagung, sebenarnya sama seperti tahun-tahun lalu. Namun akhirnya aku menyadari salah satu magnet yang menarikku pulang, yup...kastengel! kue asin-manis berbentuk batang kecil bertabur keju kering ini sungguh memikat sejak aku mengenalnya beberapa tahun silam.


Primadona lebaran

Lebaranku kali ini seakan tak sempurna tanpa kastengel. Para tetanggaku yakni warga Sobontoro, sebuah desa kecil di pinggiran kota Tulungagung, sebetulnya telah mengenal kue renyah yang tergolong klasik ini. Namun tingkat belanja kue kering jenis ini masih tergolong kecil. Mengapa? Karena harga jualnya yang cenderung mahal, yakni berkisar antara 25.000 hingga 45.000 rupiah per toples kecil, kastengel biasanya hanya menyesaki meja-meja keluarga ekonomi menengah ke atas. Sedangkan untuk masyarakat yang tingkat ekonominya pas-pasan lebih memilih untuk mandiri. Seperti halnya warga Sobontoro. Mereka berkreasi dengan berbagai komposisi kastengel yang terkadang memerlukan berkali-kali eksperimen demi memperoleh sebuah rasa yang memikat selera.

Jawara sebagai primadona lebaran tetap diraih oleh kue cantik ini. Meski agak mahal, warga Sobontoro tetap berupaya membuatnya dengan memangkas budget di sana-sini. Begitu pula dengan kami. Aku dan ibu sengaja membuatnya dalam jumlah terbatas agar tidak mencaplok budget untuk kebutuhan yang lain. Suatu kepuasan tersendiri bagi kami saat berhasil memproduksi kastengel meski dalam jumlah yang sangat kecil. Selain itu, menghidangkan kastengel buatan sendiri seperti telah menjadi rutinitas lebaran. Betapa tidak, kue klasik ini menempati rating tertinggi di antara hidangan lebaran lainnya sebagai kuliner ringan favorit kerabat-kerabat kami.

Belajar Masak

Aku dan ibu memilih untuk membuat kastengel sendiri. Dengan mempertimbangkan biaya dan lain-lain, sebagaimana tahun-tahun sebelumnya, kami berdua kembali bergumul dengan keju, mentega dan tepung terigu. Untuk budget bahan dasar, yakni keju Kraft yang memang lumayan mahal, telah kami persiapkan jauh-jauh hari agar tidak bercampur dengan budget kebutuhan lain, angpao misalnya.

Pada hari H pembuatan kue, ketahanan tubuh kami benar-benar diuji. Setelah mempersiapkan segala sesuatu praLebaran, seperti bersih-bersih rumah, reparasi baju, dan sebagainya, energi betul-betul terkuras bak bohlam 5 watt yang tengah sekarat. Namun momen seperti ini tak ingin aku sia-siakan dengan hanya meresapi kelelahan begitu rupa. Deskripsi di kepala hasil kue favoritku ini seakan memompa semangat kerja.

Pertama-tama kami persiapkan seluruh alat dan bahan seperti keju, tepung terigu, margarin, maizena, garam, kuning telur, botol kosong, plastik besar, loyang oven, mixer dan sebagainya. Kemudian dengan bantuan dan bimbingan ibu, kucampur telur, margarin dan garam dalam satu wadah. Setelah kuaduk rata, giliran ibu yang memegang kendali mixer sementara aku menambahkan tepung terigu sedikit demi sedikit, tepung maizena dan keju parut. Nah, setelah tercampur rata, akhirnya adonan memasuki tahap favoritku, yakni pembentukan adonan. Disinilah tahap untuk berkreasi. Adonan dipressing terlebih dahulu dengan botol kosong dialasi plastik bening besar. Setelah mencapai ketebalan tertentu, aku mulai membentuk dengan cetakan aluminium seukuran jempol. Calon-calon kastengel yang masih gundul ini aku letakkan di atas loyang yang telah dilapisi mentega. Kemudian barulah ibu turun tangan. Beliau membantu melapisi adonan yang telah terbentuk tersebut dengan kuning telur, sedangkan aku menabur toppingnya dengan parutan keju Kraft. Perlu diperhatikan soal topping, parutan yang dihasilkan harus memanjang agar hasilnya lebih cantik. Boleh juga toppingnya dikreasi dengan bentuk yang lain, potongan keju kecil-kecil misalnya. Kemudian sampailah pada tahap pemanggangan. Loyang yang telah berisi calon-calon kastengel aku masukkan dalam oven bersuhu 190 derajat Celcius selama kurang lebih 20 menit. Pada tahap ini, ketajaman estimasi serta intuisi sangat dibutuhkan. Api harus dijaga agar tidak menyala terlalu besar atau terlalu kecil. Setelah selesai, barulah didinginkan dan disusun rapi dalam toples-toples kecil.

Terkadang ibu menegur hasil pressing adonanku yang terlalu tebal atau terlalu tipis, lapisan telur yang terlalu banyak atau adonan yang sangat lembek sehingga sulit dibentuk dan hancur lebur saat pemanggangan. Tak jarang terlontar pula teguran untuk evaluasi kastengelku yang gosong. Ah, namanya juga masih belajar! Setidaknya lebaran kali ini aku dapat kembali menikmati lezatnya kue kering favoritku. Selain itu yang terpenting adalah mulai sekarang aku bisa membuat kastengel sendiri!:-) (07/11/07)

Kamis, 01 November 2007

Ephemera - Letto

I do remember hate that came after ..
broken heart ..
sadness that make me so helpless ..
I can fight ..
I can remember how long it least ..
I'm sure it went away so freakin fast ..

far too many emotion
that taint my soul
before my faith
and often i drown in the moment
when in the end they all ..
ephemera..

I do remember laughter that can make ..
my stomach hurt
with happiness that make it all pretty ..
even a dirt ..
I can remember how long it least ..
I'm pretty sure it went away so fast ..

far too many emotion
that taint my soul
before my faith
and often i drown in the moment
where every path i take feels seem
the only on the right direction ..

so I'm growing old but life doesn't seem as pretty ..
with sometimes life as not endless sea ..
(blue as the sea.. blue as the sky )
everywere I look ievery were i turn ..
everytime Igrow and everytime i burn
I should not mind to mourn ..
sometimes it just ..
ephemera ..

Permintaan Hati - Letto


Terbuai aku hilang, terjatuh aku dalam keindahan penantian
terucap keraguan hati yang bimbang, yang terhalang kepastian cinta
aku...hilang.... aku...hilang...

Tersabut kabut malam, terbiasnya harapan yang tersimpan sejuta, bertuah..
terasa kerinduan hati yang bimbang, yang terhempas...kepastian cinta..

Dengarkanlah permintaan hati yang teraniaya sunyi...
dan berikanlah arti pada hidupku, yang terhempas, yang terlepas
pelukanmu...
bersamamu, dan tanpamu...
aku hilang selalu...

aku...hilang...
aku...hilang...

Rasakan Makna - Letto

Sebelum kau terlupa cobalah kau katakan
Apa benar kau kira, inilah kehidupan
Ku tak bisa percaya kalau kau tak merasa indahnya dunia
Kalau tak disampingnya

*Sekarang kau merasa tak butuhkan dia, tapi cobalah saja jika dia tak ada
Ada hal-hal yang hilang akan kau rasakan
Dan harumnya kenangan tak kan bisa kau simpan

Coba kau belai dia dengan segenap rasa
Dan rasakanlah cinta dengan penuh makna *

Sejenak - Letto

Sebelum waktumu terasa tergulung
sebelum lelahmu menutup mata
adakah langkahmu terisi ambisi
apakah kalbumu terasa sunyi...

Reff :
Luangkanlah sejenak detik dalam hidupmu
berikanlah rindumu pada denting waktu
luangkanlah sejenak detik dalam sibukmu
dan lihatlah warna kemesraan dan cinta...

Sebelum hidungmu terhelap nafasmu
sesudah nafsumu tak terbelenggu
indahnya membisu, tandamu yang berlalu
bahasa tubuhmu, mengartikan rindu...

Back to Reff

Yang tlah jenuh...yang tak semu...
Dan tak semu...
Dah’ itu...

Memiliki Kehilangan - Letto

Tak mampu melepasnya, walau sudah tak ada
Batinmu tetap merasa masih memilikinya
Resah kehilangan, hanya akan ada...
jika kau pernah merasa memilikinya.

Reff :
Pernahkah kau mengira kalau dia kan sirna
Walau kau tak percaya dengan sepenuh jiwa
Resah kehilangan, hanya akan ada...
Jika kau pernah merasa memilikinya.

Back to Reff

Kau, Aku dan Obsesiku - Letto

Merasuk...malam ini kau merasuki aku
Terhasut alam pikiranku ini
Tersenyum, seolah engkau menginginkan aku
Tetapi siapa yang tau hati...

Reff :
Kau,aku dan obsesiku
Hanya Tuhan yang akan tau..
Tapi jangan kau tertipu
kan ku simpan sampai akhir waktu

Gemerlap bintang yang ada dimalam ini
Sekejap terasa sangat sempurna
Ucapan kata yang terlontar ooo indahnya
Aku, aku sangat terlena...

Back to Reff


Selasa, 30 Oktober 2007

Komunikasi Massa


1. Definisi Komunikasi Massa

Ada beberapa definisi mengenai komunikasi massa, antara lain:

  1. DeFleur dan McQuail. Komunikasi massa adalah suatu proses melalui mana komunikator-komunikator menggunakan media untuk menyebarluskan pesan-pesan secara luas dan terus-menerus menciptakan makna-makna serta diharapkan dapat mempengaruhi khalayak yang besar dan beragam dengan melalui berbagai macam cara.
  2. De Vito. Komunikasi massa adalah milik umum, setiap orang dapat mengetahui pesn-pesan komunikasi melalui media massa, karena komunikasi berjalan cepat maka pesan yang akan disampaikan kepada khalayak silih berganti tanpa selisih waktu. (Tentang Komunikasi, http://totohernawo.blog.m3-access.com/posts/11668_Tentang-Komunikasi.html)
  3. Bitter. Komunikasi massa adalah pesan yang dikomunikasikan melalui media massa pada sejumlah orang besar.
  4. Gerbner. Komunikasi massa adalah produksi dan distribusi yang berlandaskan teknologi dan lembaga dari arus pesan yang kontinu serta paling luas dimiliki orang dalam masyarakat individu.
  5. Rakhmat. Komunikasi massa dalah jenis komunikasi yang ditujukan kepada sejumlah khalayak yang tersebar, heterogen, dan anonim, melalui media cetak atau elektronik sehingga pesan yang sama dapat diterima secara serentak dan sesaat.
  6. Severin dan Tankard, Jr. Komunikasi massa adalah sebagian ketrampilan, sebagian seni dan sebagian ilmu.
  7. Littlejohn. Komunikasi massa adalah proses dimana organisasi media membuat dan mentransmisikan pesan kepada khalayak (massal) dan proses bagaimana pesan itu dicari, digunakan, dipahami dan dipengaruhi oleh audiens.(Theories of Human Communication, 2002: 303)

Dari berbagai definisi di atas, maka dapat disimpulkan bahwa komunikasi massa adalah komunikasi yang menggunakan media massa, baik cetak (surat kabar, majalah) atau elektronik (radio, televisi), yang dikelola oleh suatu lembaga yang ditujukan kepada sejumlah besar orang yang tersebar di banyak tempat, anonim dan heterogen.

2. Perkembangan Komunikasi Massa

Dalam teori transisi, De Fleur membagi perkembangan komunikasi massa dalam beberapa tahapan (Winarni, 2005:6-7), yaitu:

  1. Abad penggunaan isyarat dan lambang-lambang

Masa ini dimulai dengan penggunaan isyarat atau tanda-tanda dan perlambangan oleh manusia dalam berhubungan dengan masa lalu. Pada masa ini manusia mengenal cara-cara yang sangat sederhana dalam berkomunikasi dengan orang lain. Manusia masih belum bisa berbicara karena belum ada pengaturan sistem bunyi, sistem berbahasa yang memberikan lambang sebagai wakil konsep suatu pesan. Dalam berhubungan dengan orang lain, manusia menggunakan beberapa standar isyarat dan lambang yang telah disepakati untuk kemudian dipertahankan sebagai wahana dalam berkomunikasi.

Cara berkomunikasi dilakukan dengan cara gerakan tangan, volume suara atau tanda-tanda lain yang mampu dijadikan alat mempertukarkan informasi yang berkaitan dengan keperluan mereka.

  1. Abad berbicara dan penggunaan bahasa

Sekitar 300.000 tahun s.d. 200.000 tahun sebelum masehi mulai lahir embrio kemampuan untuk berbicara dan berbahasa secara terbata-bata dalam kelompok masyarakat tertentu (homo sapiens).

Penggunaan media berbicara dengan berbahasa itu belum diubah dalam bentuk perlambangan bahasa. Misalnya huruf yang mewakili satu konsep bunyi ujaran. Jadi prinsip komunikasi melalui ujaran merupakan satu ciri yang sangat istimewa.

  1. Abad penggunaan media tulisan

Sekitar 5.000 tahun sebelum masehi, manusia mulai memsasuki abad yang mengenal dan menggunakan media komunikasi tulisan. Hal ini ditandai dengan ditemukannya tulisan di beberapa tempat, seperti: Cina, Mesir, dan Mesopotamia. Ada 3 hal penting pada masa ini:

    1. Pictographics: Masa penggunaan pesan melalui gambar-gambar.
    2. Phonetic: Diperkenalkannya sistem bunyi ujaran dalam bentuk perlambangan bahasa atau huruf.
    3. Hieroglyph: Diperkenalkannya huruf-huruf (terdapat di dalam peradaban Mesir Kuno).

Tradisi tulis-menulis ini dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu:

a. Sistem komunikasi: Hal ini terkait dengan pengoperan lambang-lambang dan penyebarluasan pesan secara tetap, dimana jumlah pesannya teratur dan jumlahnya tertentu.

b. Sistem produksi pesan: Hal ini terkait dengan pengaturan pesan yang relatif tetap penggunaannya dan dalam jumlah besar.

c. Sistem pengawasan sosial: Dimana manusia mencatat berbagai peraturan, pelanggaran terhadap peraturan dan pemberian sanksi.

  1. Abad penggunaan media elektronik dan media baru

Abad ini ditandai dengan populernya konsep Global Village Marshall McLuhan di tahun 60-an. Dengan adanya media massa semacam ini, batas-batas demografis menjadi pudar.

Seiring dengan berjalannya waktu, muncul pula media baru yang sering kita kenal dengan istilah internet yang semakin mempermudah kita dalam mengakses informasi dari belahan bumi manapun.

3. Fungsi Komunikasi Massa

Menurut Harold Lasswell (dalam Sanford B. Wienberg :1980), fungsi komunikasi massa meliputi:

  1. The surveillance of the environment, yaitu mengamati lingkungan. Mengamati dalam konteks ini juga dapat diartikan sebagai kontrol sosial.
  2. The correlation of the part of society in responding to the environment, yaitu mengadakan korelasi antara informasi dan data yang diperoleh dengan kebutuhan khalayak sasaran, karena komunikator lebih menekankan pada seleksi evaluasi dan interpretasi. Media merangkum realitas yang sangat kompleks, mampu menghubungkan antara individu dengan realita sosial yang lebih luas sehingga dapat memperluas pengalaman secara simbolik (tidak langsung).
  3. The transmission of the social heritage from one generation to the next, maksudnya ialah media mampu menyalurkan informasi berupa nilai-nilai budaya dari satu generasi ke generasi berikutnya, karena informasi tersebut terdokumentasi dalam media.

4. Bentuk-bentuk Komunikasi Massa

Bentuk-bentuk komunikasi massa atau media komunikasi antara lain:

  1. Pers cetak

Bentuk yang satu ini memiliki ciri khas dibanding media massa lainnya. Meskipun merupakan media cetak, namun khalayak yang diterpa bersifat aktif.

  1. Radio

Radio merupakan media massa elektronik yang bersifat audio (didengar).

  1. Televisi

Media ini merupakan bentuk komunikasi massa yang paling populer. Televisi memiliki kelebihan dari media massa lainnya, yaitu bersifat audio visual (didengar dan dilihat), sehingga pengaruh yang disebarkan makin besar pula serta lebih efektif.

  1. Film bioskop

Media ini memiliki fungsi dan sifat mekanik/nonelektronik, rekreatif, edukatif, persuasif atau noninformatif.

  1. Internet

Internet merupakan media baru dimana khalayak dapat memilih sesuka hati informasi yang mereka sukai. Internet merupakan media massa, meskipun bersifat interaktif.

Best I ever Had – Vertical Horison


So you sailed away
Into a grey sky morning
Now I’m here to stay
Love can be so boring

Nothing’s quite the same now
I just say your name now

Chorus

But it’s not so bad
You’re only the best I ever had
You don’t want me back
You’re just the best I ever had

So you stole my world
Now I’m just a phony
Remembering the girl
Leaves me down and lonely

Send it in a letter
Make yourself feel better

And it may take some time to
Patch me up inside
But I can’t take it so I
Run away and hide

And I may find in time that
You were always right
You’re always right

Back to *

What was it you wanted
Could it be I’m haunted

Back to Chorus

The best I ever had
The best I ever

Orang yang Takkan Kembali

Dan Atlantis yang tenggelam di balik sudut senja sang Ra

Kata Plato, Boleh jadi engkau telah memikirkannya baik-baik

Tentang kala yang mungkin datang, engkau yang menginginkannya

Pada kelabilan dan kanak-kanak masa jura

Sudah, kilau modernitas menguak apa yang mungkin

Kejanggalan Atlantis hanya dongeng yang perlu dimuseumkan

Sekarang tinggal nisan bertaut

Cuma imajimu luaskan semua

Babak yang silih berganti, pragmatisme berontak bersama keserakahan

Pudarnya Atlantis cuma sebiji atom

Digilas modernitas, kilau kota-kota baru

Menggantang asap, mengingatnya kembali

Hari api terbalut religi

Meramal buntalan klimaks

Nestapa tak dinyana, sepotong realita menyakitkan

Atlantis cuma fragmen kenangan

Jika Hammurabi masih merajai

Jika Van Gogh urung potong kupingnya sendiri

Jika Ptolemeus akui temuan Galileo

Hanya jika…….

Layaknya musykil mengharap orang yang takkan kembali

By. Nick’s

Mo balik ke Malang, 14 Mei 2007

Senin, 29 Oktober 2007

Kamera

Pada dasarnya kamera adalah sebuah alat yang dapat membuat gambar dari sebuah obyek yang dibiaskan melalui sebuah lensa kepada film yang ada di belakangnya. Gambar yang terdapat pada film disebut latent image. Dalam bemerapa hal kamera foto memiliki prinsip kerja yang sama dengan indra mata. Di dalam mata terdapat bola mata yang bening dan di belakangnya terdapat kornea yang memberi kemungkinan untuk memfokuskan bayangan benda yang kita lihat. Seperti halnya lensa kamera yang memfokuskan bayangan benda pada film.

Untuk memproduksi hasil foto yang baik, kita terlebih dahulu harus mengetahui bagian bagian terpenting dari sebuah kamera serta cara kerja masing-masing komponen tersebut.

a. Tipe-Tipe Kamera

1. Kamera otomatis (kamera saku), setengah maupun full otomatis

Kamera otomatis dapat melakukan hal-hal sebagai berikut:

§ Mengatur asa dengan sendirinya

§ Shutter speed tetap , tidak berubah-ubah

§ Diagfragma diatur oleh mekanisme yang digabungkan dengan pengatur cahaya

§ Lampu kilat tidak perlu diatur secara khusus

Keuntungan kamera full otomatis

§ Tidak perlu mengatur diafragma

§ Tidak perlu mengatur speed rana

§ Mudah digunakan

§ Tidak perlu memfokuskan gambar

§ Tidak perlu pengaturan khusus dengan menggunakan kamera kilat

Kerugian kamera full otomatis:

§ Karena speed rana tidak bisa diatur maka tidak mungkin membuat foto dengan efek khusus, seperti blured misalnya.

§ Pada cuaca atau ruangan agak gelap , diafragma terkecil tidak mampu membuat gambar

§ Sulit menentukan ruang tajam

§ Dalam ruang yang gelap harus menggunakan lampu

2. Kamera DLR (Dual Lens Reflex) 35 mm

Mempunyai jendela pembidik (view finder) yang tidak berhubungan dengan lensa sebernarnya sehingga dapat menimbulkan paralax ( perbedaan antara apa yang dilihat oleh mata melalui jendela bidik dengan apa yang ditangkap film)

3. Kamera SLR (Single Lens Reflex) 35 mm

Dijelaskan pada bagian pengenalan bodi kamer

4. Kamera SLR (Single Lens Reflex) 120 mm

Sama dengan kamera SLR 35 mm, kecuali ukuran film dan view findernya tidak memiliki prisma pembalik

5. Kamera TLR (twin Lens Reflex)

Mempunyai dua pendukung lensa , lensa atas adalah view finder terbalik dan lensa bagian bawah adalah lensa pengambil gambar (taking lens), format film besar, sering juga terjadi parallax

6. Kamera polaroid

Adalah kamera langsung jadi yang merupakan kamera full otomatis

7. View kamera

Mempunyai format film besar. Didesain khusus untuk berdiri diatas tripod dan untuk pemotretan hasil yang detail

8. kamera stereo

mempunyai dua lensa atau lebih yang berkemampuan merekam obyek sebagai bayangan tiga dimensi

b. Pengenalan body kamera SLR (Single Lens Reflex)

Kamera SLR adalah kamera yang sering digunakan untuk belajar fotografi. Komposisi gambar yang dihasilkan sangat jelas antara gambar bidik dan gambar jadisehingga tidak terjadi parallax. Kamera SLR merekam gambar sesuai degan aslinya, maka sering disebut “ What you see is what you get” . Kamera SLR juga menggunakan anterchangable lens atau lensa yang dapat ditukar.

Bagian Umum Kamera SLR.

1. Jendela bidik/ view finder, berfungsi sebagai jendela untuk melihat obyek yang akan difoto

2. Skala kecepatan/Shutter speed, berfungsi untuk mengatur kecepatan membuka dan menutupnya rana.

3. Skala penunjuk ASA film, berfungsi untuk menunjukkan asa film yang dipakai .

4. tombol penembak /shutter relase, berfungsi untuk menembak secara menual

5. tombol penembak / shutter relase otomatis

6. Tuas untuk memajukan film / film advance lever

7. Tuas untuk menggulung film

8. lubang untuk memasukkan kabel sinkronisasi, berfungsi untuk menghubungkan kamera dengan flash

9. Tombol pelepas rana berfungsi untuk melepas dan memasang lensa

10. flash hot shoe , berfungsi untuk tempat dudukan flash

11. film counter, yaitu angka yang menunjukan jumlah film yang sudah terpakai

12. tempat baterai untuk body kamera

13. Tombol pelepas film

14. cermin berfungsi sebagai pemantul bayngan obyek ke view finder

15. Rana, fungsinya membuka dan menutup pada saat shutter relase ditekan

Prinsip Kerja Kamera SLR

1. Cahaya masuk melalui lensa

2. Sebelum rana dibuka , cahaya dipantulkan cermin menuju penta prisma untuk dibalikkan, karena bayangan yang masuk ke dalam kemera dalam keadaan terbalik dari gambar sesungguhnya

3. pada saaat rana dibuka, secara bersamaan diafragma menutup keposisi yang telah ditentuan, cermin menutp dan rana membuka sesuai dengan lamanya kecepatan rana yang ditentukan

4. Cahaya seterusnya menuju ke film dan terekam oleh emulsi film

5. posisi cermin, rana dan diafragma kembali ke keadaan semula setelah waktu yang kita atur dalam pengaturan kecapatan rana telah habis

Kelebihan Kamera SLR

1. Komposisi dapat lebih tepat, karena yang nampak pada view finder itulah yang terekam pada film

2. pengturan jarak dan focus lebih teliti

3. karena banyak kepingan lensa yang dipakai, maka lebih mudah pengaturan focus dengan menggerakkan kekanan atau kekiri

4. lensa dapat dengan mudah dilepas dan dapat diganti sesuai dengan kebutuhan

Kekurangan Kamera SLR

1. Suara yang ditimbulkan saat pengoperasian lebih berisik, disebabkan oleh gerakan membuka dan menutupnya cermin

2. Karena komponennya komplek, maka sering terjadi kegagalan dalam pemotretan

3. Harga lebih mahal

4. Sinkronisasi flash hanya dibatasi pada skala shutter speed

Diafragma

Diafaragma adalah daun daun yang terdiri dari 8 lempengan logam tipis yang dapat dilihat dalam lensa. Diafragma berfungsi untuk menciutkan dan melebarkan lensa sehingga besar kecilnya cahaya yang masuk dapat diatur di sini :

Hubungan diafragma adalah sebagai berikut:

- Apabila skala diafragma diperkecil maka lubang atau bukaan lensa menjadi besar maka cahaya yang masuk jadi lebih banyak

- Apabila skala diafragma diperbeasar maka lubang atau bukaan lensa menjadi kecil maka cahaya yang masuk jadi lebih sedikit

Nilai diafragma dinyatakan dengan f/stop dan ditulis dengan f/skala , skala atau angka yang terdapat pada gelang diafragma adalah : 1,4;2,8;4;5,6;8;11;16;22 yang mempunyai arti bahwa lensa tersebut dapat membuka diafragma dengan f/1,4;f/2,8;f/4;f5,6 dan seterusnya

Apabila angka yang dipakai kecil maka bukaan diafragma besar sehingga cahaya yabg masuk semakin sedikit. Demikian pula sebaliknya

Rana

Rana adalah sebuah alat yang mengatur lamanya cahaya yang masuk. Satuan rana adalah second . Pada kamera SLR 1, ½, ¼, 1/8,1/15,1/30,1/601/125, 1/250,1/500, 1/1000,1/2000. dan B(bulb), yang berarti kecepatan rana adalah 1 detik ½ detik dan seterusnya. Sedangkan huruf B pada rana adalah Bulb, yang artinya membukanya rana tergantung lamanya pemotret menekan tombol pelepas rana

View finder

View finder adalah suatu system untuk menentukan jarak antara lensa dengan film sehingga gambar benar-benar tajam. Ini disebabkan karena pembelokan sinar oleh lensa . Seluruh gambar menjadi tajam bila semua sinar dibelokkan kesuatu titik diatas film . View finder memberitahu pemotret apakah gambar telah focus atau belum.