Selasa, 06 November 2007

FEATURE LEBARAN


Kastengel, Primadona Kue Lebaran

Oleh: Enik Sulistyawati

Tampilannya kecil memanjang, kuning memikat plus topping keju di atasnya. Mmmm, hati siapa yang tak terpikat melihat kastengel nganggur selagi hangat!Sungguh yummy!

Lebaran 1428 H di kota kelahiranku tercinta, Tulungagung, sebenarnya sama seperti tahun-tahun lalu. Namun akhirnya aku menyadari salah satu magnet yang menarikku pulang, yup...kastengel! kue asin-manis berbentuk batang kecil bertabur keju kering ini sungguh memikat sejak aku mengenalnya beberapa tahun silam.


Primadona lebaran

Lebaranku kali ini seakan tak sempurna tanpa kastengel. Para tetanggaku yakni warga Sobontoro, sebuah desa kecil di pinggiran kota Tulungagung, sebetulnya telah mengenal kue renyah yang tergolong klasik ini. Namun tingkat belanja kue kering jenis ini masih tergolong kecil. Mengapa? Karena harga jualnya yang cenderung mahal, yakni berkisar antara 25.000 hingga 45.000 rupiah per toples kecil, kastengel biasanya hanya menyesaki meja-meja keluarga ekonomi menengah ke atas. Sedangkan untuk masyarakat yang tingkat ekonominya pas-pasan lebih memilih untuk mandiri. Seperti halnya warga Sobontoro. Mereka berkreasi dengan berbagai komposisi kastengel yang terkadang memerlukan berkali-kali eksperimen demi memperoleh sebuah rasa yang memikat selera.

Jawara sebagai primadona lebaran tetap diraih oleh kue cantik ini. Meski agak mahal, warga Sobontoro tetap berupaya membuatnya dengan memangkas budget di sana-sini. Begitu pula dengan kami. Aku dan ibu sengaja membuatnya dalam jumlah terbatas agar tidak mencaplok budget untuk kebutuhan yang lain. Suatu kepuasan tersendiri bagi kami saat berhasil memproduksi kastengel meski dalam jumlah yang sangat kecil. Selain itu, menghidangkan kastengel buatan sendiri seperti telah menjadi rutinitas lebaran. Betapa tidak, kue klasik ini menempati rating tertinggi di antara hidangan lebaran lainnya sebagai kuliner ringan favorit kerabat-kerabat kami.

Belajar Masak

Aku dan ibu memilih untuk membuat kastengel sendiri. Dengan mempertimbangkan biaya dan lain-lain, sebagaimana tahun-tahun sebelumnya, kami berdua kembali bergumul dengan keju, mentega dan tepung terigu. Untuk budget bahan dasar, yakni keju Kraft yang memang lumayan mahal, telah kami persiapkan jauh-jauh hari agar tidak bercampur dengan budget kebutuhan lain, angpao misalnya.

Pada hari H pembuatan kue, ketahanan tubuh kami benar-benar diuji. Setelah mempersiapkan segala sesuatu praLebaran, seperti bersih-bersih rumah, reparasi baju, dan sebagainya, energi betul-betul terkuras bak bohlam 5 watt yang tengah sekarat. Namun momen seperti ini tak ingin aku sia-siakan dengan hanya meresapi kelelahan begitu rupa. Deskripsi di kepala hasil kue favoritku ini seakan memompa semangat kerja.

Pertama-tama kami persiapkan seluruh alat dan bahan seperti keju, tepung terigu, margarin, maizena, garam, kuning telur, botol kosong, plastik besar, loyang oven, mixer dan sebagainya. Kemudian dengan bantuan dan bimbingan ibu, kucampur telur, margarin dan garam dalam satu wadah. Setelah kuaduk rata, giliran ibu yang memegang kendali mixer sementara aku menambahkan tepung terigu sedikit demi sedikit, tepung maizena dan keju parut. Nah, setelah tercampur rata, akhirnya adonan memasuki tahap favoritku, yakni pembentukan adonan. Disinilah tahap untuk berkreasi. Adonan dipressing terlebih dahulu dengan botol kosong dialasi plastik bening besar. Setelah mencapai ketebalan tertentu, aku mulai membentuk dengan cetakan aluminium seukuran jempol. Calon-calon kastengel yang masih gundul ini aku letakkan di atas loyang yang telah dilapisi mentega. Kemudian barulah ibu turun tangan. Beliau membantu melapisi adonan yang telah terbentuk tersebut dengan kuning telur, sedangkan aku menabur toppingnya dengan parutan keju Kraft. Perlu diperhatikan soal topping, parutan yang dihasilkan harus memanjang agar hasilnya lebih cantik. Boleh juga toppingnya dikreasi dengan bentuk yang lain, potongan keju kecil-kecil misalnya. Kemudian sampailah pada tahap pemanggangan. Loyang yang telah berisi calon-calon kastengel aku masukkan dalam oven bersuhu 190 derajat Celcius selama kurang lebih 20 menit. Pada tahap ini, ketajaman estimasi serta intuisi sangat dibutuhkan. Api harus dijaga agar tidak menyala terlalu besar atau terlalu kecil. Setelah selesai, barulah didinginkan dan disusun rapi dalam toples-toples kecil.

Terkadang ibu menegur hasil pressing adonanku yang terlalu tebal atau terlalu tipis, lapisan telur yang terlalu banyak atau adonan yang sangat lembek sehingga sulit dibentuk dan hancur lebur saat pemanggangan. Tak jarang terlontar pula teguran untuk evaluasi kastengelku yang gosong. Ah, namanya juga masih belajar! Setidaknya lebaran kali ini aku dapat kembali menikmati lezatnya kue kering favoritku. Selain itu yang terpenting adalah mulai sekarang aku bisa membuat kastengel sendiri!:-) (07/11/07)

1 komentar:

Arif mengatakan...

wah camilane siip itu....
kunjung balik mbak di blog aku

tertanda fahrie arman